Minggu, 30 September 2012

Idol


PROF. DR. ABDUL KAHAR MUZAKKIR:
SANG PEMBUKA DIPLOMASI REPUBLIK INDONESIA
KE NEGARA-NEGARA DI TIMUR TENGAH


1. Kelahiran& Latar Belakang Pendidikan
Dilahirkan di Kotagede, Yogyakarta 16 April 1907, Abdul Kahar Mudzakkir memulai pendidikan formalnya di Sekolah Rakyat di Yogyakarta yang kemudian dilanjutkan di Madrasah Manba’ul Uluum di Surakarta. Ayahnya, Kyai Mudzakkir, yang merupakan seoarang muballigh di Kotagede yang juga menjadi Wakil Penghulu Kraton Yogyakarta menginginkan putranya mendalami agama Islam, untuk itulah Abdul Kahar disekolahkan di Pondok Pesantren Jamsaren, Solo dan Pondok Pesantren Termas, Pacitan.
Secara genalogis, Abdul Kahar merupakan keturunan dari abdi dalem urusan agama (pamethakan) Kraton Yogyakarta. Kakeknya, Kyai Abdullah Rasyad yang merupakan putra Kyai Hassan Bashari merupakan Ketib Anem (Khatib Anom) Kraton Yogyakarta. Sedangkan ayahnya, Kyai Mudzakkir adalah kakak kandung dari Kyai Munawwir, pendiri Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta.
Usai menyelesiakan pendidikannya di Jamsaren dan Termas, Abdul Kahar melanjutkan pendidikan agamnya di Makkah (1924-1925) dibawah bimbingan Syaikh Muhammad Al-Baqir. Ia sempat mencicipi mendidikan di Bagian Ibtidaiyyah Universitas Al-Azhar, Cairo, Mesir (1925) dan madrasah-madrasah milik pemerintah Mesir, antara lain al-Mu’allimin (1926), sebelum akhirnya menempuh pendidikan agama di Universitas Daarul-‘Uluum al-‘Ulyaa yang diselesaikannya pada 1936.

2. Aktivitas Ketika Menjadi Mahasiswa di Timur Tengah: Motor Perhimpunan Indonesia Raya di Mesir
Selama menempuh pendidikan di Mesir, Abdul Kahar termasuk pelajar yang aktif berorganisasi. Ia tercatat dalam kepengurusan menjadi anggota dan pengurus Perhimpunan Sosial Jami’at Khairiyyah di Cairo pada 1925-1936. Selain di Jami’at Khairiyyah, Abdul Kahar juga menjadi Ketua Perhimpunan “Indonesia Raya” di Cairo (1933-1936). Posisinya yang strategis dalam gerakan mahasiswa Indonesia di Mesir inilah dan dalam upaya menjalin komunikasi dengan mahasiswa Indonesia lain di luar negeri, Abdul Kahar dimasukkan menjadi anggota tersiar Perhimpunan Indonesia Raya di Belanda (1931-1936). Pengalaman internasional yang dimiliki Abdul Kahar antara lain, pernah menjadi ketua delegasi Indonesia ke Palestina dalam rangka menghadiri undangan panitia Volkenboun (Lajnatul Burq asy-Syarif) tahun 1930 dan menjadi utusan ummat Islam Indonesia dalam konferensi Islam se-Dunia di Palestina pada 1931. Abdul Kahar Muzakkir telah menjadi perwakilan/duta Indonesia pada forum-forum Internasional di Timur Tengah sebelum negara ini resmi berdaulat (Kiblat, No.14 th.XXI. hlm. 7).
Pada saat Abdul Kahar berada di Mesir, perjuangan politik oleh pemuda pelajar Indonesia sedang berlangsung di sana. Usaha untuk mempersatukan pelajar Indonesia tidak mudah dilakukan akibat tendensi kedaerahan yang masih muncul dan adanya pengawasan ketat dari dinas rahasia Belanda, khususnya kantor Adviseur voor Inlandsche Zaken terhadap perkembangan politik rakyat Indonesia tak terkecuali di luar negeri. Jami’at Khairiyyah yang pernah dipimpin oleh Abdul Kahar memang belum mampu mempersatukan seluruh pelajar Indonesia, namun setidaknya satunya visi untuk Indonesia merdeka sudah tersuarakan dari Mesir.
Hampir seluruh peristiwa yang terjadi di Indonesia terdengar oleh para pelajar Indonesia melalui radio-radio internasional. Peristiwa-peristiwa di Indonesia dewasa itu berpengaruh pula atas pergolakan para pelajar Indonesia di luar negeri. Penangkapan atas diri pemimpin-pemimpin nasionalseperti Soekarno, Hatta, Natsir, dll mengakibatkan kemarahan sehingga Abdul Kahar bermaksud menggerakkan teman-temannya untuk mengadakan demontrasi. Namun,intelejen telah bergerak terlebih dahulu dan mempengaruhi pembesar-pembesar Mesir. Akibatnya peristiwa itu, Kahar Muzakkir dipaksa pulang.
Pada saat Mesir dikuasai Inggris, pelajar Indonesia di Mesir terus mengadakan usaha bagaimana berita perkembangan terbaru dari tanah air sampai ke seluruh pelajar Indonesia di sana sehingga bisa membangkitkan nasionalisme mereka. Dikarenakan mengadakan kegiatan seperti itu dilarang oleh Inggris, dan telah berkali-kali terjadi penggeledahan terhadap kantor pelajar Indonesiadi sana, gerakan ilegal pun terjadi. Salah satunya yang digerakkan oleh “enam serangkai” : Ismail Banda, Zen Hasan, Akhmad Hasyim, A.Rakhman Ismail (Banjar), Abdul Jalil Hasan dan Dawan.
Perubahan besar terjadi pada tahun 1944, ketika pemuda-pemuda kita mendengar dari radio Berlin, bahwa Jepang memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. “Enam serangkai” memutuskan bahwa hal ini adalah momentum untuk bergerak terang-terangan. Berita kemerdekaan Indonesia pun disiarkan seluas-luasnya, dan untuk sementara ketika itu, mereka menggunakan stempel-stempel dari Perhimpunan “Indonesia Raya” yang dahulu pernah dipimpin Abdul Kahar Muzakkir (Disjarah TNI AD, 163-168).

3. Kiprah dalam Dunia Pendidikan: Mendirikan Sekolah Tinggi Islam untuk Pribumi
Sepulang dari Mesir pada 1936, Abdul Kahar mengabdi sebagai guru di Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta. Dedikasi yang ditunjukkan selama menjadi guru menjadikannya diberi kepercayaan untuk menjabat sebagai direktur di madrasah tersebut. Setelah Indonesia merdeka, banyak tokoh-tokoh muslim yang mendorong agar didirikan perguruan tinggi yang khusus mempelajari agama Islam dalam rangka mempersiapkan para generasi muda pengisi kemerdekaan yang mempunyai kemampuan intelektual dan agama yang baik.
Pertemuan dengan tokoh-tokoh organisasi Islam pun dilakukan untuk memulai menginisiasi pendirian sekolah tinggi itu. Hadir ketika itu tokoh-tokoh dari Muhammadiyah, Nahdhatul Ulama (NU), Persatuan Ummat Islam (PUI) dan Persatuan Ummat Islam Indonesia (PUII) serta Departemen Agama bentukan Jepang. Hasil pertemuan itu adalah menunjuk Panitia Perencana Sekolah Tinggi Islam yang terdiri dari Drs. Moh. Hatta (Ketua), Mr. Suwandi (Wakil Ketua), Dr. Ahmad Ramali (Sekretaris), KH. Mas Mansur, KH. Wahid Hasyim, KH. Fatchurrahman Kafrawi, KH. Farid Maroef, dan KH. Abdul Kahar Muzakkir (Anggota), serta Kartosoedarmo (Notulis). Akhirnya pada 1944, berdirilah Sekolah Tinggi Islam (STI) yang berkedudukan di ibukota negara, Jakarta. Abdul Kahar ditunjuk sebagai rector magnificus STI pertama dengan anggotanya antara lain Mas Mansur, Dr. Slamet Imam Santoso, Moh. Yamin, Kasman Singodimedjo, Mr. Soenarjo, dan Zain Djambek.
Peresmian pembukaan Sekolah Tinggi Islam itu dilakukan pada 8 Juli 1945, dihadiri oleh sejumlah pembesar Jepang, pemimpin Kenkoku Gakuin (PPKI) dan Perguruan Tinggi Kedokteran (STOVIA). Bung Karno pada kesempatan itu menyampaikan pidato sambutannya di depan 250 audien. Dalam sambutannya, Bung Karno menyatakan harapan, hendaknya STI ini menjadi pusat sumber pengetahuan ke-Islam-an dari seluruh Asia seperti juga dahulu Nalanda (Sriwijaya) pernah menjadi pusatnya ilmu pengetahuan tentang agama Budha di Asia. Di akhir sambutannya, Bung Karno menyerukan, Dai Nippon Banzai, Indonesia Merdeka dan Allahu Akbar. (Soeara Moeslimin Indonesia, no.15 Th.III, 1 Agustus 1945).
Ketika dibuka pertama kali, STI menerima mahasiswa 65 orang, dua orang di antaranya adalah wanita, seorang dari Jakarta dan seorang lagi dari Yogyakarta. Para mahasiswanya diasramakan di Balai Muslimin yang letaknya di Jalan Kramat Raya. Ketika peresmian Balai Muslimin yang dilakukan pada tanggal 29 Juli 1945 atau 21 hari sesudah pembukaan STI, menyampaikan sambutan berturut-turut Abdul Kahar, lalu Wahid Hasyim, Kepala Kantor Urusan Agama seorang Jepang, dan Ir.Sukarno. Sedangkan pembacaan doa oleh KH. Mas Mansur (Soeara Moeslimin Indonesia, no.15 Th.III, 1 Agustus 1945).
Didudukinya ibukota negara oleh Belanda yang kembali dengan membonceng NICA, membuat berpindahnya ibukota ke Yogyakarta. Pindahnya ibukota diikuti dengan pindahnya STI ke Yogyakarta. Dorongan agar STI berkembang menjadi sebuah universitas kembali menyeruak dari tokoh-tokoh Islam. Selanjutnya STI berganti nama menjadi Universitas Islam Indonesia (UII). Abdul Kahar kembali dipercaya menjadi rektor universitas yang masih muda itu hingga 1960.Setelah menjadi rektor, Abdul Kahar dipercaya untuk mengembangkan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia dengan menjadi dekan hingga 1973. Abdul Kahar juga mengampu beberapa mata kuliah di Fakultas Ilmu Agama jurusan Dakwah (FIAD) Muhammadiyah Yogyakarta yang ketika itu bertempat di selatan Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta. Fakultas Agama Islam di STI kemudian di-“negeri”-kan dan menjadi cikal bakal pendirian IAIN yang berkedudukan di Yogyakarta.

4. Kiprah dalam Bidang Politik: Duta Indonesia dalam Berbagai Konferensi Internasional di Timur Tengah

Sebagai orang yang dibesarkan dalam lingkungan Muhammadiyah di Kotagede, sepulang dari Mesir, Abdul Kahar aktif dalam kepengurusan Muhammadiyah menjadi anggota Pimpinan Muhammadiyah bidang Pemuda dan Penolong Kesengsaraan Ummat (PKU) pada 1938. Semenjak itupula Abdul Kahar aktif dalam kepengurusan Hooftbestuur (Pimpinan Pusat) Muhammadiyah hingga 1952. Saat itu, Hooftbestuur Muhammadiyah dipimpin oleh KH. Mas Mansyur dan Ki Bagus Hadikusuma.
Abdul Kahar juga aktif dalam kegiatan politik praktis dengan bergabung dalam Pengurus Besar Partai Islam Indonesia (PII) dari 1938-1942 (Soebagijo, 1982, 35). Jaringan internasional yang telah dimiliki sejak masih menjadi mahasiswa tetap membawanya menjadi delegasi Islam Indonesia dalam rangka Konferensi Islam Timur Jauh di Tokyo, Jepang pada 1939. Abdul Kahar juga menjadi anggota Majelis Rakyat Indonesia (MRI) pada 1941-1942.
Pada masa pendudukan Jepang, Abdul Kahar ditugaskan sebagai pegawai Departemen Agama. Pada 1942-1943, Abdul Kahar dipercaya menjadi pegawai Bagian Ekonomi Pemerintah Militer Jepang di Yogyakarta. Jabatan yang diemban berikutnya adalah pegawai Bagian Siaran Luar Negeri Markas Besar Militer Jepang di Jakarta (1943-1945) dan Akting Direktur Departemen Agama Pemerintah Militer Jepang(1944-1945). Kepercayaan dari Pemerintah Militer Jepang itulah yang melatarbelakangi Abdul Kahar terpilih menjadi anggota Dokuritsu Zunby Tjoosakai/Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada 1945.
Pascakekalahan Jepang dan proklamasi kemerdekaan Repbulik Indonesia, kondisi politik internal Indonesia kembali normal. Masyumi yang sebelumnya dibubarkan oleh Jepang kembali didirikan dan Abdul Kahar masuk dalam kepengurusan Majelis Hukum Masyumi (1945-1959). Keaktifan dalam Masyumi juga menjadikan Abdul Kahar terpilih sebagai anggota Majelis Konstituante Republik Indonesia dari Fraksi Masyumi (1956-1959). Di Majelis Konstituante ini ia menjadi salah seorang jurubicara Fraksi Masyumi bersama tokoh-tokoh lain seperti M.Natsir, Osman Ralibly, HAMKA, Isa Anshary, Rusyad Nurdin, Kasman Singodimedjo dan Djamaluddin Datuk Singomangkuto yang menyampaikan pidato tentang dasar negara dalam rangka penyusunan UUD tetap RI.
Kiprah dalam persaudaraan di lingkup internasional mewakili ummat Islam Indonesia juga masih digiati Abdul Kahar, antara lain menjadi anggota delegasi Indonesia dalam Konferensi Islam se-Dunia di Karachi, Pakistan (1951), utusan ummat Islam Indonesia di Muktamar Islam di Dansaslan, Philiphina (1956) dan anggota delegasi Indonesia di Seminar/Simposium Islam se-Dunia di Lahore, Pakistan (1958). Bahkan sejak 1952-1973, Abdul Kahar tercatat sebagai anggota executive council Muktamar ‘Alamil Islaamiy. Pada waktu itu, Abdul Kahar terpilih menjadi anggota executive dalam pelaksanaan muktamar di Baghdad Iraq (Abadi, 6 Desember 1973).

5. Akhir Hayat
Karir terakhir yang diemban oleh Abdul Kahar adalah anggota Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Ketua Perwakilan Mu`tamar Alam Islami di Indonesia, dan Dekan Fakultas Hukum UII. Abdul Kahar tutup usia di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta pada Ahad jam 21.50 dalam usia 65 tahun. Almarhum masuk RS PKU pagi harinya jam 10.30 disebabkan tekanan darah tinggi. Setelah jenazah disucikan, malam itu juga dan disholatkan di musholla RS PKU Muhammadiyah dengan Imam Ketua PP Muhammadiyah, KH. AR Fakhruddin (MasaKini, 3 Desember 1973).
Senin pagi jam 02.00 dengan ambulans jenazah dibawa ke rumahnya di Selokraman  Kotagede 3\C.4 untuk disemayamkan. Ketika jenazah masih berada di RS PKU dan di rumahnya, terlebih ketika sudah berada di Masjid Besar Kotagede sampai berlangsungnya upacara, para pengunjung yang berta’ziyah semakin bertambah besar. Hal sesuai dengan kebesaran jiwanya sebagai seorang pemimpin tingkat nasional dan internasional, pejuang yang sederhana serta ikhlas, suka menerima tamu dan bersilaturrohim.
Prosesi upacara pemakaman jenazah Abdul Kahar Muzakkir yang dilaksanakan di serambi Masjid Besar Mataram Kotagede Yogyakarta ketika itu mendapat perhatian dari massa rakyat dan ummat Islam. Mereka datang membanjir tempat tersebut, memenuhi serambi, halaman dan depan gapura masjid itu. Mereka berdatangan dengan kendaraan mobil, sepeda motor, sepeda, andong dan jalan kaki, baik dari dalam maupun luar DIY setelah mendengar berita tutup usianya Prof. Dr. Abdul Kahar Muzakkir untuk memberikan penghormatan tarakhir kepada almarhum. Selesai upacara dan jenazahnya disholatkan oleh kaum Muslimin di Masjid Besar Kotagede, kemudian jenazah dibawa ke pusara tempat peristirahatan terakhir di makam Boharen, Kotagede (MasaKini, 4 Desember 1973). Satu jasa besar yang tidak bisa dilupakan bangsa ini adalah upaya membukakan diplomasi ke Negara-negara Timur Tengah sehingga republic ini diakui sebagai Negara merdeka dan berdaulat oleh negara-negara di kawasan Timur Tengah seperti Mesir dan Palestina.

6. Karya Intelektual
Beberapa karya yang telah ditulis oleh Abdul Kahar antara lain :
1.      Al-Islaam fii Induniisiaa maadhiyahu, wa haadhiruhu, wa mustaqbaluhu(Islam di Indonesia, masa lalu, sekarang dan masa mendatang) (1934)
2.      Negara Islam (1947)
3.      Persaudaraan Islam (1956, terbit di Singapura)
4.      Kerjasama antara Bangsa-bangsa Islam di Asia Tenggara (1958 di Dacca, Banglades)

7. Referensi
Abdul Haris Nasution, PerangKemerdekaan Indonesia, Jilid 1, Bandung: DISJARAH-ADdan Angkasa.
Soebagijo I.N., 1982. K.H. Mas Mansur Pembaharu Islam di Indonesia, Jakarta: Gunung Agung.
Abadi, 6 Desember 1973
Kiblat, No.14 th. XXI. hlm. 7
MasaKini, 3 Desember 1973
MasaKini, 4 Desember 1973
Soeara Moeslimin Indonesia no.15 Th.III, 1 Agustus 1945

(Tulisan ini dipersembahkan kepada Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang akan mengajukan beliau sebagai Pahlawan Nasional tahun 2012)

2 komentar:

  1. Salam alaikum bro..
    Mampir sebentar nih silaturahim ke blog mas ghifari.
    ^^

    BalasHapus
  2. Hehehe.. Makasih.. Eh, gimana sih, Pip, cara berteman di blog.. Maaf, masih gaptek blog.. hehehe

    BalasHapus