Sabtu, 29 September 2012

Daily inspiration


Banteng

Mendengar kata “banteng” sebagian besar dari kita pasti terpikir warna merah, ataupun logo dari salah satu partai politik oposisi di Indonesia. Itu tidak salah, tetapi banteng yang saya maksud ini bukan logo ataupun simbol, tetapi hewan banteng yang sebenarnya. Yap, hewan yang menyerupai kerbau, berwarna hitam dan bertanduk indah nan tajam.

Kenapa harus membahas banteng? Kisah ini bermula dari ketika saya menjadi pendengar setia gurauan dua orang dosen saya di ruang jurusan. Kebetulan beliau berdua sudah menyelesaikan program doktoralnya, satu di Belanda dan satu lagi di Korea. Apa yang menarik dari kisah banteng yang dibincangkan beliau berdua?

Dosen yang pertama membuka perbincangan dengan mengatakan bahwa seorang doktor itu bagaikan banteng. Apa pasal? Menurutnya, dengan kedua tanduk yang dimilikinya dia bisa “menyruduk” apapun yang masih tertutup menjadi terbuka dan menghasilkan pundi-pundi rejeki. Tentu berbeda dengan yang masih bergelar master (apalagi sarjana)!

Kedua dosen kemudian saling berkelakar bahwa menjadi doktor di Indonesia itu “rejeki”-nya tetap saja pas-pasan. Berbeda dengan di luar negeri. Mereka berdua pun bertukar pengalaman. Ternyata, dengan beasiswa untuk hidup (living cost) yang hampir 10 juta sebulan terkadang tidak cukup untuk untuk hidup di sana, akhirnya pekerjaan sampingan diambil. Hasilnya pun lumayan (besar). Itu baru kandidat doktor apalagi kalau sudah jadi doktor, yak?

Mendadak imajinasiku melayang. Hmm, bener juga ya? Dengan logika “doktor itu seperti banteng” artinya kalau master berarti seperti banteng bertanduk satu, sedangkan sarjana seperti banteng tak bertanduk. Pantes lah kalau masih seret rejekinya. Hehehe..

Lalu di mana posisi saya? Yap, saya memang baru saja menyelesaikan sarjana, Agustus 2011 lalu. Menjadi sarjana berarti baru jadi banteng tak bertanduk. Dalam hati ingin sekali segera punya tanduk. Tanduk ini bukan sekedar untuk gaya-gayaan tapi memang sudah menjadi kebutuhan. Ya, dengan tanduk walaupun cuma satu, minimal sudah bisa untuk mendobrak pintu-pintu rejeki itu.

Targetku realistis dan tidak muluk. Jika memang diberi kesempatan memasang tanduk import ya, syukur Alhamdulillah. Namun, jika tidak, aku insya Allah qona’ah dengan tanduk lokal saja. Apapun tanduknya, yang terpenting adalah kemanfaatan ilmu yang kita dapat bukan? Mari bersemangat menumbuhkan tanduk! : )

6 Juni 2012

2 komentar:

  1. Tak like mas... :)
    dan tak do'akan smoga terwujud... amiiienn.. :)

    BalasHapus
  2. Matur nuwun..
    Semoga kamu juga meraih apa yang kamu cita2kan..
    Saling mendoakan ya.. : )

    BalasHapus