Terjebak
Kalau bisa kembali ke masa lalu, aku memilih tidak mau
bergabung di kepanitiaan ini. Apa alasannya, nanti kau kuceritakan, Kawan. Panitia
Roadshow Indonesia Mengajar Yogyakarta 2012. Begitu nama kepanitiaan ini. Pada
awalnya, aku dihubungi oleh salah seorang sahabat yang dulu pernah menjadi
Pengajar Muda dalam Gerakan Indonesia Mengajar. Eh, sebelum aku cerita lebih
panjang, jangan-jangan belum semua tahu apa itu Indonesia Mengajar? Baiklah,
aku ceritakan terlebih dahulu.
Indonesia Mengajar adalah program yang digagas oleh Mas
Anies Baswedan. Seorang alumni Fakultas Ekonomi UGM yang saat ini menjadi
Rektor Universitas Paramadina, Jakarta. Sering juga muncul di TV. Pernah juga
jadi host Save Our Nation di Metro TV. Ah, masa orang seterkenal Mas
Anies tidak kamu kenal, Kawan? Program ini bergerak dalam bidang pendidikan
dengan mengirimkan sarjana terbaik lulusan perguruan tinggi se-Indonesia untuk
ditempatkan sebagai guru SD di sebuah desa terpencil di Indonesia. Saat ini
program itu telah mengirimkan 4 angkatan, sebentar lagi angkatan 5 juga akan
berangkat.
Kembali ke cerita kepanitiaan ini. Kalau boleh jujur, aku
terjebak. Aku tidak membayangkan harus bekerja teknis dan sangat teknis dalam
menyiapkan acara ini. Bukannya tidak mau bekerja praktis dan teknis, Kawan, karena
itu sudah bagian dari perjalanan hidupku dan akupun dibesarkan oleh organisasi.
Masalahnya, di awal diminta bergabung, penjelasan kawanku adalah, aku akan
menjadi SC dari sebuah eventnya Indonesia Mengajar. Seketika itu juga aku “iya”-kan,
Kawan. Maklum, bergabung menjadi Pengajar Muda di Gerakan Indonesia Mengajar
adalah salah satu mimpiku yang tak mungkin terwujud sepertinya. Selain faktor
usia, pilihan jalan hidup sepertinya tidak bisa dikompromikan.
Nah, bayangan menjadi SC tentu cukup “menggiurkan”. Karena pastinya
pekerjaan di kepanitiaan itu tidaklah terlalu ribet. Eh, ternyata tidak
demikian. Rapat pertama memaksaku untuk memilih, mau jadi apa di dalam
kepanitiaan. Sebelum memilih, aku kembali melihat jadwalku yang cukup padat:
setiap hari dari Senin-Jumat masuk kampus jam 7 dan harus pulang jam 17.30
karena kursus di Sanata Dharma. Pilihanku jatuh pada Kesekretariatan. Pilihan
itu menurutku paling realistis, dibandingkan harus memilih perkap, publikasi
ataupun acara. Bayanganku, setelah surat-surat beres, aku tinggal menunggu tiket
box dan merekap pendaftaran hari H.
Apa yang kubayangkan ternyata ambyar. Begitu bahasa Jawa
yang mungkin bisa menggambarkan. Jadwal harian yang sudah cukup padat harus
dibebani dengan rapat setiap pekan yang diadakan malam hari. Kebetulan harinya
Senin. Bisa kamu bayangkan, Kawan. Ketika hari Senin berarti mulai jam 7 aku
kuliah, jam 9 aku ngajar, jam 11 kuliah lagi, jam 14 sampai 17.30 kursus
ditambah rapat jam 19 sampai 21 atau 22, sampai rumah jam berapa itu? Aku
merasa tidak sanggup.
Perlahan, semakin mendekati hari H ini, aku mulai merasa
menemukan ritme dan chemistry di dalam kepanitiaan ini. Ya, walaupun sedikit.
Belum banyak seperti teman-teman yang lain yang mungkin bebannya tidak seberat
aku. Ah, ya sudah. Namun, ada satu hal yang selalu menghiburku setiap waktu
adalah ketika aku harus menjadi CP. Ya, kepanjangan dari Contact Person.
Menjadi CP memang lucu. Karena dapat tugas jadi CP ini, aku bisa membedakan
karakter calon peserta sebuah event. Apa itu? Simak di bagian tulisanku yang
lain, Kawan. : )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar