Jumat, 05 Oktober 2012

Curhat


Terjebak

Kalau bisa kembali ke masa lalu, aku memilih tidak mau bergabung di kepanitiaan ini. Apa alasannya, nanti kau kuceritakan, Kawan. Panitia Roadshow Indonesia Mengajar Yogyakarta 2012. Begitu nama kepanitiaan ini. Pada awalnya, aku dihubungi oleh salah seorang sahabat yang dulu pernah menjadi Pengajar Muda dalam Gerakan Indonesia Mengajar. Eh, sebelum aku cerita lebih panjang, jangan-jangan belum semua tahu apa itu Indonesia Mengajar? Baiklah, aku ceritakan terlebih dahulu.

Indonesia Mengajar adalah program yang digagas oleh Mas Anies Baswedan. Seorang alumni Fakultas Ekonomi UGM yang saat ini menjadi Rektor Universitas Paramadina, Jakarta. Sering juga muncul di TV. Pernah juga jadi host Save Our Nation di Metro TV. Ah, masa orang seterkenal Mas Anies tidak kamu kenal, Kawan? Program ini bergerak dalam bidang pendidikan dengan mengirimkan sarjana terbaik lulusan perguruan tinggi se-Indonesia untuk ditempatkan sebagai guru SD di sebuah desa terpencil di Indonesia. Saat ini program itu telah mengirimkan 4 angkatan, sebentar lagi angkatan 5 juga akan berangkat.

Kembali ke cerita kepanitiaan ini. Kalau boleh jujur, aku terjebak. Aku tidak membayangkan harus bekerja teknis dan sangat teknis dalam menyiapkan acara ini. Bukannya tidak mau bekerja praktis dan teknis, Kawan, karena itu sudah bagian dari perjalanan hidupku dan akupun dibesarkan oleh organisasi. Masalahnya, di awal diminta bergabung, penjelasan kawanku adalah, aku akan menjadi SC dari sebuah eventnya Indonesia Mengajar. Seketika itu juga aku “iya”-kan, Kawan. Maklum, bergabung menjadi Pengajar Muda di Gerakan Indonesia Mengajar adalah salah satu mimpiku yang tak mungkin terwujud sepertinya. Selain faktor usia, pilihan jalan hidup sepertinya tidak bisa dikompromikan.
Nah, bayangan menjadi SC tentu cukup “menggiurkan”. Karena pastinya pekerjaan di kepanitiaan itu tidaklah terlalu ribet. Eh, ternyata tidak demikian. Rapat pertama memaksaku untuk memilih, mau jadi apa di dalam kepanitiaan. Sebelum memilih, aku kembali melihat jadwalku yang cukup padat: setiap hari dari Senin-Jumat masuk kampus jam 7 dan harus pulang jam 17.30 karena kursus di Sanata Dharma. Pilihanku jatuh pada Kesekretariatan. Pilihan itu menurutku paling realistis, dibandingkan harus memilih perkap, publikasi ataupun acara. Bayanganku, setelah surat-surat beres, aku tinggal menunggu tiket box dan merekap pendaftaran hari H.

Apa yang kubayangkan ternyata ambyar. Begitu bahasa Jawa yang mungkin bisa menggambarkan. Jadwal harian yang sudah cukup padat harus dibebani dengan rapat setiap pekan yang diadakan malam hari. Kebetulan harinya Senin. Bisa kamu bayangkan, Kawan. Ketika hari Senin berarti mulai jam 7 aku kuliah, jam 9 aku ngajar, jam 11 kuliah lagi, jam 14 sampai 17.30 kursus ditambah rapat jam 19 sampai 21 atau 22, sampai rumah jam berapa itu? Aku merasa tidak sanggup.

Perlahan, semakin mendekati hari H ini, aku mulai merasa menemukan ritme dan chemistry di dalam kepanitiaan ini. Ya, walaupun sedikit. Belum banyak seperti teman-teman yang lain yang mungkin bebannya tidak seberat aku. Ah, ya sudah. Namun, ada satu hal yang selalu menghiburku setiap waktu adalah ketika aku harus menjadi CP. Ya, kepanjangan dari Contact Person. Menjadi CP memang lucu. Karena dapat tugas jadi CP ini, aku bisa membedakan karakter calon peserta sebuah event. Apa itu? Simak di bagian tulisanku yang lain, Kawan. : )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar